Selasa, 13 September 2011

Kisah Pohon Apel

appl.jpg


Boy-And-The-Apple-Tree-03.jpg


Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.

Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya. Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih.

“Ayo ke sini bermain-main lagi denganku,” pinta pohon apel itu.

“Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi,” jawab anak lelaki itu.

“Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya.”

Pohon apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak punya uang……… tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu.”

Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.

Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang.

“Ayo bermain-main denganku lagi,” kata pohon apel.

“Aku tak punya waktu,” jawab anak lelaki itu.

“Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?” “Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu,” kata pohon apel.

Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya.

“Ayo bermain-main lagi deganku,” kata pohon apel. “Aku sedih,” kata anak lelaki itu. “Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?”

“Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah.” Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. “Maaf anakku,” kata pohon apel itu. “Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu.” “Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu,” jawab anak lelaki itu.

“Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat,” kata pohon apel. “Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu,” jawab anak lelaki itu. “Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini,” kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata. “Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang,” kata anak lelaki. “Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu.” “Oooh, bagus sekali.

Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang.” Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.

Ini adalah cerita tentang kita semua. Pohon apel itu adalah orang tua kita. Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.

Sebarkan cerita ini untuk mencerahkan lebih banyak sahabat dan rekan. Dan, yang terpenting: cintailah orang tua kita. Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya; dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita.


Kisah Nyata dari Singapura

Di bawah ini adalah Kisah Nyata dari Negeri tetangga beberapa dekade lalu yang cukup menghebohkan hingga Perdana Menteri saat itu, Lee Kwan Yew senior turun tangan dan mengeluarkan dekrit tentang orang lansia di Singapura.

Dikisahkan ada orang kaya raya di sana mantan Pengusaha sukses yang mengundurkan diri dari dinia bisnis ketika istrinya meninggal dunia. Jadilah ia single parent yang berusaha membesarkan dan mendidik dengan baik anak laki-laki satu-satunya hingga mampu mandiri dan menjadi seorang Sarjana.

Kemudian setelah anak semata wayangnya tersebut menikah, ia minta ijin kepada ayahnya untuk tinggal bersama di Apartemen Ayahnya yang mewah dan besar. Dan ayahnya pun dengan senang hati mengijinkan anak menantunya tinggal bersama-sama dengannya. Terbayang dibenak orangtua tersebut bahwa apartement nya yang luas dan mewah tersebut tidak akan sepi, terlebih jika ia mempunya cucu. Betapa bahagianya hati bapak tersebut bisa berkumpul dan membagi kebahagiaan dengan anak dan menantunya.

Pada mulanya terjadi komunikasi yang sangat baik antara Ayah-Anak-Menantu yang membuat Ayahnya yang sangat mencintai anak tunggalnya itu tersebut tanpa sedikitpun ragu-ragu menghibahkan seluruh harta kekayaan termasuk apartment yang mereka tinggali, dibaliknamakan ke anaknya itu melalui Notaris terkenal di sana.

Tahun-tahun berlalu, seperti biasa, masalah klasik dalam rumah tangga, jika anak menantu tinggal seatap dengan orang tua, entah sebab mengapa, suatu hari mereka bertengkar hebat, yang pada akhirnya, anaknya tega mengusir sang Ayah keluar dari apartement mereka yang ia warisi dari Ayahnya.

Karena seluruh hartanya, Apartemen, Saham, Deposito, Emas dan uang tunai sudah diberikan kepada anaknya, mulai hari itu dia menjadi pengemis di Orchard Rd. Bayangkan, orang kaya mantan pebisnis yang cukup terkenal di Singapura tersebut, tiba-tiba menjadi pengemis!

Suatu hari, tanpa disengaja melintas mantan teman bisnisnya dulu dan memberikan sedekah, dia langsung mengenali si ayah ini dan menanyakan kepadanya, apakah ia teman bisnisnya dulu. Tentu saja, si ayah malu dan menjawab bukan, mungkin Anda salah orang, katanya.

Akan tetapi temannya curiga dan yakin, bahwa orang tua yang mengemis di Orchad Road itu adalah temannya yang sudah beberapa lama tidak ada kabar beritanya. Kemudian, temannya ini mengabarkan hal ini kepada teman-temannya yang lain, dan mereka akhirnya bersama-sama mendatangi si Ayah.

Semua mantan sahabat karibnya tersebut langsung yakin bahwa pengemis tua itu adalah Mantan pebisnis kaya yang dulu mereka kenal. Dan dihadapan para sahabatnya, si ayah dengan menangis ter-sedu-sedu, dia menceritakan semua kejadian yang sudah dialaminya. Maka, terjadilah kegemparan di sana, karena semua orangtua di sana merasa sangat marah terhadap anak yang sangat tidak bermoral itu.

Kegemparan berita tersebut akhirnya terdengar sampai ke telinga PM Lee Kwan Yew Senior.

PM Lee sangat marah dan langsung memanggil anak dan menantu durhaka tersebut. Mereka dimaki-maki dan dimarahi habis-habisan oleh PM Lee dan PM Lee mengatakan “Sungguh sangat memalukan bahwa di Singapura ada anak durhaka seperti mereka” .

Lalu PM Lee memanggil sang Notaris dan saat itu juga surat hibah itu dibatalkan demi hukum! Dan surat hibah yang sudah baliknama ke atas nama anaknya tersebut disobek-sobek oleh PM Lee. Sehingga semua harta milik yang sudah dihibahkan tersebut kembali ke atas nama Ayahnya, bahkan anak menantu itu sejak saat itu dilarang masuk ke Apartment ayahnya.

Mr Lee Kwan Yew ini ternyata terkenal sebagai orang yang sangat berbakti kepada orangtuanya dan menghargai para lanjut usia (lansia). Sehingga, agar kejadian serupa tidak terulang lagi, Mr Lee mengeluarkan Kebijakan/Dekrit yaitu “Larangan kepada para orangtua untuk tidak menghibahkan harta bendanya kepada siapapun sebelum mereka meninggal. Kemudian, agar para lansia itu tetap dihormati dan dihargai hingga akhir hayatnya, maka dia buat Kebijakan berupa Dekrit lagi, yaitu agar semua Perusahaan Negara dan swasta di Singapura memberi pekerjaan kepada para lansia.Agar para lansia ini tidak tergantung kepada anak menantunya dan mempunyai penghasilan sendiri dan mereka sangat bangga bisa memberi angpao kepada cucu-cucunya dari hasil keringat mereka sendiri selama 1 tahun bekerja.

Anda tidak perlu heran jika Anda pergi ke Toilet di Changi Airport, Mall, Restaurant, Petugas cleaning service adalah para lansia. Jadi selain para lansia itu juga bahagia karena di usia tua mereka masih bisa bekerja, juga mereka bisa bersosialisasi dan sehat karena banyak bergerak.

Satu lagi sebagaimana di negeri maju lainnya, PM Lee juga memberikan pendidikan sosial yang sangat bagus buat anak2 dan remaja di sana, bahwa pekerjaan membersihkan toilet, meja makan diresto dan sebagainya itu bukan pekerjaan hina, sehingga anak2 tsb dari kecil diajarkan untuk tahu menghargai orang yang lebih tua, siapapun mereka dan apapun profesinya. Sebaliknya, Anak di sana dididik menjadi bijak dan terus memelihara rasa hormat dan sayang kepada orangtuanya, apapun kondisi orangtuanya.

Meskipun orangtua mereka sudah tidak sanggup duduk atau berdiri,atau mungkin sudah selamanya terbaring diatas tempat tidur, mereka harus tetap menghormatinya dengan cara merawatnya.

Mereka, warganegara Singapura seolah diingatkan oleh PM Lee agar selalu mengenang saat mereka masih balita, orangtua mereka-lah yang membersihkan tubuh mereka dari semua bentuk kotoran, memberi pula yang memberi makan dan kadang menyuapinya dengan tangan mereka sendiri, dan menggendongnya kala mereka menangis meski dini hari dan merawatnya ketika mereka sakit.

Jalan-Jalan ke Surga dan Neraka

Tersebutlah seorang peneliti yang baik hati.
Hanya satu kegemarannya dan telah menjadi pekerjaan yang dicintainya yaitu meneliti.
Ia telah banyak melakukan penelitian yang hasilnya telah banyak membantu orang lain.
Suatu hari terbesit sebuah pikiran di kepalanya untuk mengetahui bagaimanakah perilaku orang di surga dan perilaku orang di neraka.

Tetapi dia berpikir, ah… lupakan saja keingintahuan tidak mungkin ini.

Namun terkadang sesuatu yang tak terduga terjadi dalam hidup seseorang.

Besoknya setelah seharian melakukan penelitian, ia pulang ke rumahnya untuk beristirahat.

Setelah mandi, lalu makan malam beserta anak istrinya, ia pun pergi untuk tidur.

Dalam tidurnya ia bermimpi…

Dalam mimpinya
itu ia di bawa oleh malaikat berjalan-jalan ke neraka dan surga untuk melihat bagaimana perilaku orang-orang di sana.

Pertama-tama ia dibawa ke neraka…

Malaikat pun berkata kepadanya bahwa untuk mengetahui bagaimana perilaku orang-orang di neraka cukup dengan melihat bagaimana cara mereka makan.

Si peneliti ini pun di bawa malaikat ke ruangan makan…

Di sana tampak sebuah meja makan besar dengan makanan yang enak-enak tersedia di atasnya.

Si peneliti ini berkata kepada malaikat: “kok makanannya enak-enak”
Malaikat berkata: “ya makanannya enak-enak, tetapi lihatlah saja nanti apa yang terjadi”

Beberapa saat kemudian…

Masuklah para penghuni neraka ini untuk makan, lalu mereka mengambil tempat duduknya masing-masing.

Namun sesaat sebelum mereka makan, tiba-tiba muncul pasungan persegi empat yang memasung kedua tangan dan lehernya sehingga mereka tidak bisa menyendok makanan masuk ke dalam mulutnya.

Usaha demi usaha dilakukan oleh para penghuni neraka ini, tetapi tetap saja mereka tidak bisa menyendok makanan masuk ke dalam mulutnya.

Akhirnya mereka semakin putus asa, ada yang histeris, ada yang marah-marah, ada yang menendang semua makanan di depannya dan banyak lagi keributan yang terjadi sehingga kacaulah jamuan makan itu dan tak seorang pun yang makan.

Setelah itu malaikat kemudian membawanya ke surga.

Hal yang sama dikatakan oleh malaikat kepada si peneliti ini bahwa untuk mengetahui perilaku orang-orang di surga cukup dengan melihat cara mereka makan.

Si peneliti ini pun di bawa malaikat ke ruangan makan…

Di sana tampak sebuah meja makan besar dengan makanan yang enak-enak juga tersedia di atasnya.

Si peneliti ini berkata kepada malaikat: “makanannya enak-enak juga ya, sama dengan di neraka”

Malaikat berkata: “ya makanannya enak-enak sama dengan di neraka, tetapi lihatlah saja nanti apa yang terjadi”

Beberapa saat kemudian…

Masuklah para penghuni surga ini untuk makan, lalu mereka mengambil tempat duduknya masing-masing.

Namun sesaat sebelum mereka makan, tiba-tiba muncul pasungan persegi empat yang memasung kedua tangan dan lehernya sehingga mereka tidak bisa menyendok makanan masuk ke dalam mulutnya.

Si peneliti ini kemudian berkata kepada malaikat: “wah kalau perlakuannya begini, nanti akan kacau juga sama seperti di neraka tadi”
Si malaikat menjawab: “lihatlah saja nanti apa yang terjadi”

Benar apa yang terjadi kemudian membuat peneliti ini kagum…

Ruangan makan itu dipenuhi dengan gelak tawa dan canda riang, kebahagiaan terpacar di raut wajah masing-masing orang dan semuanya menikmati makanan yang enak-enak itu.

Mereka ternyata saling menyuapi satu sama lain…

Kekurangan kita adalah kelebihan orang lain…
Kelebihan kita adalah kekurangan orang lain…
Lebihkanlah kekurangan orang lain dan orang lain mungkin akan melebihkan kekurangan kita

Rantai Kebaikan

Pada suatu hari seorang pria melihat seorang wanita lanjut usia sedang berdiri kebingungan di pinggir jalan. Meskipun hari agak gelap, pria itu dapat melihat bahwa sang nyonya sedang membutuhkan pertolongan. Maka pria itu menghentikan mobilnya di depan mobil Benz wanita itu dan keluar menghampirinya. Mobil Pontiac-nya masih menyala ketika pria itu mendekati sang nyonya.

Meskipun pria itu tersenyum, wanita itu masih ketakutan. Tak ada seorangpun berhenti menolongnya selama beberapa jam ini. Apakah pria ini akan melukainya? Pria itu kelihatan tak baik. Ia kelihatan miskin dan kelaparan.

Sang pria dapat melihat bahwa wanita itu ketakutan dan kedinginan. Ia mengetahui bagaimana perasaan wanita itu. Ketakutan itu membuat sang nyonya tambah kedinginan. Kata pria itu, Saya di sini untuk menolong anda, Nyonya. Masuk ke dalam mobil saja supaya anda merasa hangat! Ngomong-ngomong, nama saya
Bryan Anderson.

Wah, sebenarnya ia hanya mengalami ban kempes, namun bagi wanita lanjut seperti dia, kejadian itu cukup buruk. Bryan merangkak ke bawah bagian sedan, mencari tempat untuk memasang dongkrak. Selama mendongkrak itu beberapa kali jari-jarinya membentur tanah. Segera ia dapat mengganti ban itu. Namun akibatnya ia jadi kotor dan tangannya terluka.

Ketika pria itu mengencangkan baut-baut roda ban, wanita itu menurunkan kaca mobilnya dan mencoba ngobrol dengan pria itu. Ia mengatakan kepada pria itu bahwa ia berasal dari St. Louis dan hanya sedang lewat di jalan ini. Ia sangat berutang budi atas pertolongan pria itu.
Bryan hanya tersenyum ketika ia menutup bagasi mobil wanita itu. Sang nyonya menanyakan berapa yang harus ia bayar sebagai ungkapan terima kasihnya. Berapapun jumlahnya tidak menjadi masalah bagi wanita kaya itu. Ia sudah membayangkan semua hal mengerikan yang mungkin terjadi seandainya pria itu tak menolongnya.

Bryan tak pernah berpikir untuk mendapat bayaran. Ia menolong orang lain tanpa pamrih. Ia biasa menolong orang yang dalam kesulitan, dan Tuhan mengetahui bahwa banyak orang telah menolong dirinya pada waktu yang lalu. Ia biasa menjalani kehidupan seperti itu, dan tidak pernah ia berbuat hal sebaliknya.

Pria itu mengatakan kepada sang nyonya bahwa seandainya ia ingin membalas kebaikannya, pada waktu berikutnya wanita itu melihat seseorang yang memerlukan bantuan, ia dapat memberikan bantuan yang dibutuhkan kepada orang itu, dan Bryan menambahkan, Dan ingatlah kepada saya.

Bryan menunggu sampai wanita itu menyalakan mobilnya dan berlalu. Hari itu dingin dan membuat orang depresi, namun pria itu merasa nyaman ketika ia pulang ke rumah, menembus kegelapan senja.

Beberapa kilometer dari tempat itu sang nyonya melihat sebuah kafe kecil. Ia turun dari mobilnya untuk sekedar mencari makanan kecil, dan menghangatkan badan sebelum pulang ke rumah. Restoran itu nampak agak kotor. Di luar kafe itu ada dua pompa bensin yang sudah tua. Pemandangan di sekitar tempat itu sangat asing baginya.

Sang pelayan mendatangi wanita itu dan membawakan handuk bersih untuk mengelap rambut wanita itu yang basah. Pelayan itu tersenyum manis meskipun ia tak dapat menyembunyikan kelelahannya berdiri sepanjang hari. Sang nyonya melihat bahwa pelayan wanita itu sedang hamil hampir delapan bulan, namun pelayan itu tak membiarkan keadaan dirinya mempengaruhi sikap pelayanannya kepada para pelanggan restoran. Wanita lanjut itu heran bagaimana pelayan yang tidak punya apa-apa ini dapat memberikan suatu pelayanan yang baik kepada orang asing seperti dirinya. Dan wanita lanjut itu ingat kepada Bryan.

Setelah wanita itu menyelesaikan makanannya, ia membayar dengan uang kertas $100. Pelayan wanita itu dengan cepat pergi untuk memberi uang kembalian kepada wanita itu. Ketika kembali ke mejanya, sayang sekali wanita itu sudah pergi. Pelayan itu bingung kemana perginya wanita itu. Kemudian ia melihat sesuatu tertulis pada lap di meja itu.

Ada butiran air mata ketika pelayan itu membaca apa yang ditulis wanita itu: Engkau tidak berutang apa-apa kepada saya. Saya juga pernah ditolong orang. Seseorang yang telah menolong saya, berbuat hal yang sama seperti yang saya lakukan. Jika engkau ingin membalas kebaikan saya, inilah yang harus engkau lakukan: Jangan biarkan rantai kasih ini berhenti padamu. Di bawah lap itu terdapat empat lembar uang kertas $ 100 lagi.

Wah, masih ada meja-meja yang harus dibersihkan, toples gula yang harus diisi, dan orang-orang yang harus dilayani, namun pelayan itu memutuskan untuk melakukannya esok hari saja. Malam itu ketika ia pulang ke rumah dan setelah semuanya beres ia naik ke ranjang. Ia memikirkan tentang uang itu dan apa yang telah ditulis oleh wanita itu. Bagaimana wanita baik hati itu tahu tentang berapa jumlah uang yang ia dan suaminya butuhkan? Dengan ke lahiran bayinya bulan depan, sangat sulit mendapatkan uang yang cukup.
Ia tahu betapa suaminya kuatir tentang keadaan mereka, dan ketika suaminya sudah tertidur di sampingnya, pelayan wanita itu memberikan ciuman lembut dan berbisik lembut dan pelan, Segalanya akan beres. Aku mengasihimu,
Bryan Anderson!

Ada pepatah lama yang berkata, Berilah maka engkau diberi. Hari ini saya mengirimkan kisah menyentuh ini dan saya harapkan anda meneruskannya. Biarkan terang kehidupan kita bersinar. Jangan hapus kisah ini, jangan biarkan saja!

Kirimkan kepada teman-teman anda! Teman baik itu seperti bintang-bintang di langit. Anda tidak selalu dapat melihatnya, namun anda tahu mereka selalu ada. Tuhan memberkati anda!

Rabu, 24 Agustus 2011

FINDING MEANINGS AND HOPES IN OUR LIFE

Isaiah 30:15-16, “For thus said the Lord God, the Holy One of Israel: In returning [to Me] and resting [in Me] you shall be saved; in quietness and in [trusting] confidence shall be your strength. But you would not. And you said, 'No! We will speed [our own course] on horses! Therefore you will speed [in flight from your enemies]! You said, We will ride upon swift steeds [doing our own way]! Therefore will they who pursue you be swift, [so swift that] “– (Amplified Bible)

"Your salvation requires you to turn back to me and stop your silly efforts to save yourselves. Your strength will come from settling down in complete dependence on me— The very thing 
you've been unwilling to do. You've said, 'Nothing doing! We'll rush off on horseback!' 
You'll rush off, all right! Just not far enough! You've said, 'We'll ride off on fast horses!' 
Do you think your pursuers ride old nags? Think again: A thousand of you will scatter before one attacker.” - (The Message)


We only have one life to live, so LET US LIVE TO THE FULLEST!– a very powerful well-known statement that has motivated most of the people to achieve their goals. All people, young and old, men and women, you and I, are desperately longing to have such a 'great, happy life'. That is why when we were kids, we love the words 'live happily ever after' in every ends of fairy tales, don't we? However, there are lots of ways with which people might be able to interpret the above statement. Some group of people would believe that living life to the fullest means getting wealth and riches as much as possible. Some other believed that life can be meaningful by being famous and acknowledged by all people all around the world. The other believed that if he had just a happy family, ordinary house, enough food, fine clothes, then life is already meaningful. And there is another group of people who thought that they would have lived to the fullest if they could be the best of all people in the world academically or financially. Later, came another group who thought that life must be lived to the fullest by having fun all the time. They went to party after parties. They hang out, played around, and tried to “enjoy life” as long as they still had breath. Are these interpretations all wrong? Or right? Or some wrong, some right?

We have been trying and working – trying to survive this difficult life in which we are living. We have been trying to find love, acceptance, and acknowledgments from people. We never want to be rejected or despised. That is actually the main driver of most of the people in the world, no matter what their professions are. And the driver does work. It does make people wealthy, successful, famous, and attractive. Their goals are achieved and their dreams are reached. People applauded praised them, just as what they desired. Have they actually had their meaningful life? Is their life perfect already, compared to the other people's?

Unfortunately, no. The devil has been smart enough in twisting the truth. And again, his purposes are only to steal, kill, and destroy. Suicides, murders, depression, madness – all is caused by the realization that nothing can actually make people's life meaningful and perfect. Suicides are not always done by the poor people, but also the wealthy, famous people whom people think have had a perfect life. Some are done because they have lost hopes of reaching their ideal of a 'perfect life', and so they thought there would be no use for them to live anymore. However suicides can also be done because they finally realized that money, fame, anything the world offered, cannot fill the emptiness in their heart – again, they lost hopes. However, do not be mistaken. There are also people who did not do suicides, nor be mad nor depressed. They seemed fine to the end of their life. However, that does not always mean they have had a meaningful life. There is the eternal life which will show and determine everything. Heaven and hell are truly real.


At last, what is actually a meaningful life?


The only way to have a meaningful life is by going back to our life's Creator and asking Him to take control of our life. Our life's purpose is only one, worshipping Him. We were made only to worship Him and declare His goodness all throughout the earth. And when we have done that, we will definitely have the greatest life ever! The time will soon come, when we must face the Almighty One on His glorious throne, and He will ask, “What have you done with the life I am giving?”

Isaiah 30:15-16 explained everything I wrote before. Yes, it is true that we all have many ambitions and dreams. However, please, would you put aside all your ambitions first and asked God to put His desires in your heart?

Do not use our own ways to make us have a happy life and be saved from this terribly difficult life. His ways are far better than ours. He knows us more than we know ourselves. He is the Alpha and Omega. He knows our beginning and has created our beautiful ending. He sees us ten years ago and knows what we would become ten years from now. He loves us more than we love ourselves. His wisdom is higher than heavens. His hand is victorious and powerful. He is the Lord of lords and King of kings. Who can be compared with Him?

Even so, He is tender and full of love. He desires to give hopes and salvations to all people. He desires to make our life meaningful and great. He does not only give wealth and honor to us, but He desires to give HIMSELF to be our most precious treasure. He, with all His love, glory, and wisdom, wants to be inside of you and guard your life, so you will never lack anything.

God's one blow can turn around all our hopeless situations. His one touch can make the blind see, the deaf hears, and the crippled runs. He can heal broken relationship, downhearted souls, and broken spirits. He has the power to resurrect dead dreams, and even the collapsed businesses. He will wipe your tears and give you joyful laughters instead. He will give you the perfect joy instead of mere happiness. He desires to lift you up and make you glorious. He can cause kings stand at attention when you pass by and the princes bow low. He has comfort for you in the time of mourning. He has wisdom for you in the time of uncertainty. He has peace for you in the midst of storm.

However, He can do all those things for us if we are willing to give ALL the control to Him. Yes, ALL. Make Him the King of your life to Whom you will always submit and obey. Let us all die from all our selfish ambitions. Let our flesh die, and we all will see HOW GREAT IS OUR GOD.

Let us all come to God, the only Source of Life. Let us wait on Him and look for Him. Have a beautiful relationship with Him and let Him guide you wherever you go. Have the hunger to know God more than anything. Let us sing love songs to Him every morning, listen to His voice and taste His goodness. Have the desire to desire what God desires, feel like God feels, see like how God sees, think what God thinks, and do what God does. God will never cast away anybody who is hungry and thirsty for Him. Turn your eyes, and see, He has always been there, opening His hands and smiling, calling and waiting you to be back to His embrace. Let us all begin to have THE HAPPIEST AND MOST MEANINGFUL LIFE EVER!


Senin, 08 November 2010

New Divine Light

I tried to be silent…

And still in a peaceful condition

I closed my eyes, and dreamed

Oh, how beautiful life will be…

If I can control every situation

If I can have what I hoped and desired…

All my dreams…

Oh

They all failed

And that’s all because of…

No, I wont and cant blame anybody

Except me..

Myself

i..

oh, how dreadful I am!

This is what makes me think that…

LIFE IS NOTHING BUT A TRASH

That loved to destroy both me and my dreams

Killed every single breathe I have


Suddenly..

as this thought plays in my mind..

i realized that i am sitting down in darkness

along with the misery, pain, and sorrow..

yes, i am blind..

i can see nothing..

and will never see anything..

if i stayed where i am right now..


Its true that in a darkness..

even my own shadow left me...

that is why I need God's Divine Light

to enlighten me..

not my condition...

but my perspective...

to open my eyes..

so i will see, the way He sees..

That is why now I utter a new prayer...

with the new desire to see the light...


GOD! Don’t leave me…

Never never let me go, Lord

Who am I without You?

NOTHING

A small dust that has no value

Please forgive me Lord

Give me a second chance..

Don’t take your spirit out from me

Holy Spirit, You must know how much I love and need You

I give my whole life to tell the world about Your Glory

Use me, shape me Lord

To be the one that You want

As long as You are still with me,

I promise I will bear anything that is necessary…

But don’t leave me, that’s all..

I love Your laws and promises

Both of them are as sweet as honey in my heart….

Am I boasting?

Oh Lord, I really need You

This world is like a terrible hell for me

And I can arrive until this day is just because of Your Hand and Protection

And Your Favor

Which I am craving so much…

Lord, if You left me, I’d better die..

Who else do I have in this world except You?

I fought in a battle with no one helped me

Except You…

God, please, never lose attention on my life

Don’t feel disgusted with my life..

I’m not perfect Lord

I’m a sinner

Please have mercy on me

Don’t judge me yet…

Please give me chances

Please have mercy

Oh God

I’m dead already without Your Mercy and Favor..

GOD, DON’T LEAVE ME

I believe I am not talking to an imaginary friend now, nor I myself am imaginary

But I am talking to the creator of the world and the whole universe

I am talking to my own Creator

And I am… His creation, kneeling down humbly before His throne, giving praises and thanks to Him

Let me see, Lord..

Bring me back to the beginning,...

to the Light You created...

open my eyes, so I will see..

give me new perspective...

that I will understand...

Great is Your faithfulness o God my Father…

Faith and Courage Come from the Right Worldview

Our worldview is the foundation of our life. How high a building can go and how long that building will stay are determined by the foundation. The foundation is the one which sustained the building. If the foundation is strong, the building can be built very high and it will also stay for a long time. If the foundation is not deep and weak, the building cannot be too high because the foundation might not be able to sustain the pressure. Or, if the building is still built high, that foundation cannot stand the pressure for a long time. One day, the building will fall to the ground. Another case is that the foundation is already made strong. It is supposed to be able to sustain the pressure of a high building. But if there is a small crack in the foundation, it also cannot sustain the building for a long time because the crack will be bigger and bigger due to the pressure. One day, the crack will be big enough to swallow the whole building into the earth. So our worldview serves as the foundation for our life. Our worldview will determine how high our dreams can be achieved and how long we will remain on that height or even improve it. If we want to achieve big dreams, visions, we have to have the strong worldview that will not just take us to that great level, but also to keep us being there. The first worldview that we have to concern is our worldview towards God. Our view towards God will affect all our worldviews towards His Creations.

I used to wonder why Israelites were easily to murmur while Moses was not even though both of them walked together and experienced God’s miracles everyday. Israelites had experienced how God had freed them from Egypt but still they complained. They complained when they got the Bread from Heaven from God because they said they were bored. They demanded God to give them meat. They demanded God to give them water when there was no water. They made a bull statue and worshipped it when Moses was on the mountain receiving the Ten Commandments from God. Why? Israelites had seen God’s guidance everyday, but why they are still ungrateful? While Moses who also walked in the wilderness just like the Israelites and also experienced the same trouble as them did not murmur like what Israel did.

The way Israelites viewed GOD is different with the way Moses viewed God. The way Israelites viewed God is similar with how the Egyptians viewed God. For Israelites, God is a like a cosmic funding machine who will always serve their needs. For them, God is simply a miracle Maker. Just like the Egyptians worshipped their gods and goddesses because of a hidden agenda. So, when something happened not like they’d hoped or desired, they would begin to question God and complain. They did not understand God’s plan for them (Irrationalism). This is Pantheism. They could not see God’s providence as something to be thankful with. They could hardly follow God’s order and laws. Moses, in the contrary, he did not just know God’s miracles, but he also knew God’s characters and His heart. He made God as his own True God instead of just a miracle-Maker. He had a good relationship with God and talked to God regularly. Moses got a revelation from God about all God’s ways and will. Moses believed that God’s miracles are God’s providence because God will never give a vision without the Provision. So, when troubles came, He still believed that God would never leave him. He knew for sure that if God had provided what he needed in the past, God would provide his needs again for now. He believed in God’s Future Grace. That is why he just continued to walk in faith with God and did not want to complain. He loved God’s laws and orders.

From the comparison of Israelites and Moses, I could see that worldview matters. My worldview towards God will affect my worldview towards the challenges, rules, people, and God’s miracles. That worldview then will determine my responds to them. What will I do when things did not turn out to be what I’d hoped? How will I respond when all things in my life are falling apart? What will I do when it seems like God is so far away? Will I blame God when I lost everything and unfair things happened to my life? Will I question God when suddenly all my dreams are shattered? Will I complain when I am given so many rules? All the answers of these questions are determined by my worldview towards God. Who is God for me? Do I pray and read the bible only when I need a blessing for Him? Or, because I am hungry and thirsty to meet Him and hear His voice? Am I making God as the only God in my life, or I have many other gods in my heart that replace His First Place in my heart? Do I love God above all things? Above my friends, gadgets, or movies?

Yes, I used to have a wrong worldview towards God. I realized that I was just like the Israelites who complained when things went wrong. I know now that this is the affect of my worldview towards my God. Without my realization, I have made God not the only God in my life. I had several other gods that actually had replaced God’s First Place in my heart. Now, I am going to make a decision to put God as Number One in my heart. He is the only Owner of my heart, mind, and whole body. Wherever God wants me to go, I will go. Whatever God wants me to do, I will do. I will keep doing what is right even though many people might be against me. When troubles come, I will not get discouraged. I will not question God when unfair things happened. I will keep walking with God in faith. I believe He is always holding my hands even in times of troubles. He is ready enough to help me every time I cried out for helps. God is never far away. He is close to me, very close that every time I prayed, He heard me. He knew I am not be strong enough to solve the problems happened. That is why He provides His strength and joy to strengthen me, so that when I run, I will never get weary. All the miracles that He had done in the past are the guarantee that no matter how difficult my problems I am going to face, He can help me again. There is always a solution for every problem.